lintas6.com, Surakarta - Pada tanggal 2 November 2025, Indonesia berduka atas wafatnya Sri Susuhunan Pakoe Boewono (PB) XIII Hangabehi, Raja Keraton Surakarta, di usia 77 tahun. Kepergian beliau menandai akhir dari era kepemimpinan yang berlangsung selama lebih dari dua dekade di Keraton Surakarta, sebuah lembaga budaya dan spiritual yang memiliki peran penting dalam sejarah dan tradisi Jawa.
Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII lahir pada 28 Juni 1948 dengan nama asli GRM Suryadi. Seiring berjalannya waktu, namanya diubah menjadi GRM. Surya Partana, sebuah tradisi yang umum dalam kebudayaan Jawa untuk memberikan nama baru yang diharapkan membawa keberuntungan dan kesehatan. Beliau adalah putra tertua dari Pakoe Boewono XII dan sejak kecil telah dipersiapkan untuk membawakan tugas-tugas kerajaan.
PB XIII pernah mengalami dua kali pernikahan sebelum akhirnya menikahi GKR Pakoe Boewono, yang mendampinginya sebagai permaisuri sepanjang masa kepemimpinannya. Sebelumnya, hasil dari pernikahan pertamanya dengan Kanjeng Raden Ayu Endang Kusumaningdyah, beliau memiliki tiga putri. Pernikahan kedua dengan Kanjeng Raden Ayu Winari menghasilkan seorang putra, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi, yang kemudian berganti nama menjadi KGPH Hangabehi.
PB XIII naik takhta pada tahun 2004 dan selama masa pemerintahannya, beliau diakui sebagai pemimpin yang berusaha untuk menjaga nilai-nilai tradisional dan menghadapi tantangan modernisasi. Jalannya pemerintahan PB XIII dikenal dengan usaha untuk menyelaraskan adat dan nilai-nilai budaya Keraton dengan kekinian, terutama dalam pelestarian seni, adat istiadat, dan pendidikan budaya Jawa.
Salah satu warisan penting yang PB XIII tinggalkan adalah perhatiannya terhadap regenerasi dalam lingkungan Keraton. Hal ini terlihat dari keputusan beliau pada Tingalan Dalem Jumenengan tahun 2022 untuk menunjuk putra tunggal dari pernikahannya dengan GKR Pakoe Boewono, yaitu GRM Suryo Aryo Mustiko atau KGPH Purbaya, sebagai pewaris tahta. Sesuai tradisi, KGPH Purbaya kemudian mendapat gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Sudibyo Rojoputro Nalendra ing Mataram, menandai persiapan lanjut dalam meneruskan kepemimpinan di Keraton Surakarta.
Menurut KPH Eddy S Wirabhumi, adik ipar PB XIII, jenazah beliau direncanakan akan dimakamkan di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah kompleks pemakaman yang menjadi tempat peristirahatan bagi para raja Mataram dan penerusnya.
Kehilangan PB XIII membawa refleksi mendalam bagi masyarakat Jawa dan Indonesia, terutama dalam memahami dan menghormati peran tradisi kerajaan sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa. Dalam transisi ini, harapan besar diletakkan pada KGPH Purbaya dan generasi penerus Keraton Surakarta untuk melanjutkan warisan yang ditinggalkan dan mempertahankan peran penting Keraton dalam melestarikan budaya dan adat istiadat Jawa.
Sebagai penutup, kita dapat mencatat bahwa kesuksesan Keraton Surakarta di masa mendatang akan bergantung pada kemampuannya untuk beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensi dan akar budayanya, sesuai teladan yang ditinggalkan oleh PB XIII.
Penulis: M Nur Amin Zabidi
Editor: Redaksi


